Kamis, 23 Agustus 2012

Budaya Indonesia Timor Leste dan Indonesia



Timor Leste & Indonesia

Dalam sebuah seminar bertajuk "East Timor: Yesterday and Today and Tomorrow" yang diselenggarakan oleh Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 6-7 November 1998, Sri Bintang Pamungkas yang pernah "semakan-seminum" dengan Key Rala Xanana Gusmao di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, mengatakan bahwa Xanana Gusmao adalah orang yang lembut, sabar, dan optimistis. 

Kepada Sri Bintang, Xanana Gusmao menyatakan meyakini bahwa Timor Timur pasti merdeka. Namun, Xanana Gusmao tidak mau Timor Leste yang merdeka itu masih diliputi permusuhan dengan pemerintah Indonesia. Xanana Gusmao menginginkan konflik bersenjata di Timor Timur cepat berakhir sehingga kedua pihak segera menata diri. 

Apa yang diyakini oleh Xanana Gusmao terbukti, karena Timor Timur memang bisa merdeka melalui referendum pada Agustus 1999. Negara Timor Leste dideklarasikan pada 20 Mei 2002 menjadi Republik Demokratik Timor Leste. Xanana Gusmao sendiri menjadi presiden pertama dalam sistem pemerintah parlementer dengan Perdana Menteri Mari Alkatiri. Sebagai pribadi atau negarawan, Xanana Gusmao kelak dapat memainkan peran strategisnya dalam membangun silang budaya Timor Leste dan Indonesia untuk proyek perdamaian dan kemanusiaan kedua negara. 

Saling belajar 

Belakangan ini, kita tidak perlu terkejut mendengar kerusuhan dan konflik bersenjata di negara Timor Leste. Negara yang relatif mulai tua seperti Indonesia pun masih tidak luput dari masalah kerusuhan akibat krisis ekonomi dan politik. Negara Republik Indonesia sendiri belum sesungguhnya lulus dari ujian konflik atau kerusuhan di dalam negeri. Mahalnya sebuah proses kemerdekaan yang diistilahkan Soekarno sebagai jembatan emas ternyata berbanding lurus dengan mahalnya proses pembangunan pascakemerdekaan itu.

Namun, kalau kerusuhan atau konflik dapat dimaknai sebagai proses metamorfosis sebuah negara-bangsa--layaknya seekor ulat menjadi kepompong dan kupu-kupu yang indah--negara Timor Leste kelak dapat menjadi bangsa yang indah. Negara Timor Leste bisa belajar kepada negara Indonesia yang masih sulit berganti kulit dan wujud layaknya ulat menjadi kupu-kupu. Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar, sedangkan Timor Leste adalah negara-kota dengan jumlah penduduk yang masih kecil. 

Pembangunan sistem politik dan ekonomi Indonesia masih membingungkan. Untuk menjadi negara sosialis atau negara kesejahteraan masih jauh, sedangkan untuk menjadi negara kapitalis tidak sepenuhnya memenuhi syarat. Untuk menjadi negara demokratis belum mapan, sedangkan tetap sebagai negara otoritarian, Indonesia telanjur meninggalkan banyak korban kekerasan pada rakyat. Memang belum terpikir bagi negara Indonesia untuk kembali menjadi negara kerajaan seperti masa-masa sebelum kemerdekaan. Di sisi lain, tidak sedikit orang Indonesia yang takut mencoba bentuk negara federal atau serikat untuk mengatasi keretakan bangsa yang multikultur ini. 

Kerusuhan-kerusuhan di Indonesia belum membawa hikmah perubahan sosial yang signifikan secara kultural, politik, dan ekonomi, karena Indonesia lahir dari kemarahan dan rasa frustrasi rakyat. Resolusi konflik pun tidak diusung oleh desakan sebuah ide besar tentang model politik dan ekonomi atau bentuk negara baru. Kita tidak bisa mengenang rentetan kerusuhan di Indonesia seperti orang membaca dan mengenang perubahan sosial di Prancis melalui Revolusi Prancis (1789). Memang revolusi sosial Prancis itu telah dikritik karena mempecundangi kaum buruh, walaupun menorehkan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. 

Seperti daerah-daerah lain, Timor Leste memiliki bahasa daerah tersendiri sehingga dapat membentuk identitas nasionalnya sendiri. Namun, bahasa Indonesia yang pernah menjadi bahasa pengantar resmi bagi rakyat Timor Leste ketika masih berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia seharusnya tidak dihapus dari percakapan sehari-hari. Minimal bahasa Indonesia masih diajarkan di sekolah-sekolah agar menjadi pintu bagi para pelajar negara Timor Leste untuk mempelajari kebudayaan Indonesia. 

Bahasa Indonesia sesungguhnya bisa menjadi jembatan budaya dan modal kultural bagi negara Timor Leste dan negara Indonesia untuk membangun kerja sama di bidang pendidikan dan kebudayaan. Seperti negara Malaysia, yang semula berkiblat dan belajar dari Indonesia, akhirnya menjadi yang terdepan dalam segala hal, bahkan jauh meninggalkan negara Indonesia.

Bila pemerintah Timor Leste melihat bahasa Indonesia ini dari sisi pertukaran dan silang budaya, bukan sekadar alat percakapan, bahasa Indonesia akan menjadi sangat strategis untuk membangun kembali jembatan kultural bagi persahabatan lintas negara Timor Leste dan Indonesia. Silang budaya itu dalam pengertian pertukaran kesenian, ilmu, pengetahuan, dan teknologi atau transfer pemain dan pelatih olahraga profesional, seperti sepak bola. 

Mungkin sebagian orang Timor Leste yang tetap memilih berintegrasi dan tinggal di Indonesia masih memiliki kawan dan sanak saudara di negara Timor Leste dan juga sebaliknya. Mereka adalah duta budaya yang secara tidak langsung bisa menjelaskan bahwa percampuran kultur Timor Leste dan Indonesia yang pernah terjadi dulu dapat membuat siapa saja bisa berbagi kasih sayang jauh melampaui batas teritorial dan administrasi negara. 

Modal kultural yang pernah dimiliki bersama oleh rakyat Timor Leste dan Indonesia itu bisa pula menjadi media strategis bagi silang budaya yang disebut people to people (p to p) untuk membangun jaringan penguatan masyarakat kedua negara di era globalisasi, yang kini tidak dapat lagi dibendung. Apalagi media p to p ini pun akan dipakai oleh banyak kepentingan rezim modal internasional yang dapat menelan setiap negara yang tidak siap, termasuk negara Indonesia atau Timor Leste yang masih belia.

http://www.unisosdem.org/index.php

ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 8/23/2012 05:58:00 AM Kategori:

 

Random Post